Adat Kebudayaan Perkawinan di Wilayah NTT
Ilmu Budaya Dasar
Nama :
Jovvano Charist Amahu
Fakultas :
Teknik Sipil Dan Perencanaan
NPM :
13315611
Universitas :
Gunadarma
Tahun :
2015
Persiapan dari pihak laki-laki berupa sedikitnya dua ekor kuda, satu jantan dan satu betina. Selain itu juga mamoli (bandul kalung, di sini disebut mainan) dan luluamah (tali yg dianyam dari kawat monel, perlambang tali kuda).
Keluarga perempuan akan mengutus seorang wunang (juru bicara) dari pihak perempuan ke pihak laki-laki. Wunang dari pihak perempuan akan bertemu dengan wunang pihak laki-laki. Bila kedua wunang sudah bersepakat, keduanya akan merundingkan waktu untuk berkenalan.
Pada tahap perkenalan, pihak laki-laki akan datang kepada pihak perempuan. Pada saat itu, kuda harus sudah dibawa, juga maloli dan luluamah. Inilah tahap awal pihak lelaki harus mulai menyerahkan hewan sebagai belis. Pada tahap ini pula, kedua pihak sudah mulai 'bicara adat'. Pembicaraan bisa cepat bisa lama, bisa mulai pagi sampai tengah malam. Bergantung dari 'nego-nego' dan tercapainya kesepakatan di antara kedua belah pihak. Bila sudah tercapai kesepakatan, laki-laki akan diterima oleh pihak keluarga perempuan. Konon, pada acara tersebut, makanan tidak akan disuguhkan sebelum kesepakatan tercapai.
Selanjutnya, beberapa waktu berikutnya, pihak laki-laki akan datang lagi kepada pihak keluarga perempuan untuk menyatakan bahwa dia punya tanggung jawab. Pada tahap ini, pihak laki-laki membawa hewan lagi. Sedikitnya sepuluh ekor kuda untuk kalangan biasa. Untuk kalangan bangsawan bisa mencapai puluhan, misalnya dua puluh atau tiga puluh ekor .
Bila pihak perempuan sudah bisa menerima, kedua sejoli ini sudah boleh tinggal bersama, punya anak, tetapi belum menikah. Tahap ini bisa terjadi bertahun-tahun sampai kedua belah pihak siap untuk menuju jenjang adat berikutnya.
Bila mereka mau menikah di gereja, kedua keluarga pihak laki-laki dan perempuan, harus bertemu lagi. Lagi-lagi, pihak keluarga laki-laki harus membawa hewan lagi. Uniknya, meskipun mereka sudah menikah sah di gereja, perempuan belum menjadi hak sepenuhnya laki-laki tersebut. Masih ada satu tahap lagi bila laki-laki ingin si perempuan tersebut menjadi hak dia sepenuhnya.
Tahap itu adalah tahap di mana laki-laki meminta hak sepenuhnya atas perempuan tersebut untuk dibawa ke rumah keluarganya. Lagi-lagi, dia harus bawa hewan lagi. Sekitar dua puluh ekor minimal untk orang biasa, dan enam puluh ekor untuk kalangan bangsawan. Bila tahap ini sudah dipenuhi, barulah si perempuan bisa dibawa dan menjadi hak sepenuhnya laki-laki tersebut. Pada tahap ini, bila jumlah total hewan yang diserahkan oleh pihak laki-kaki sampai mencapai seratus ekor, yang dibawanya tidak hanya perempuan istrinya itu, namun juga dua-tiga orang pembantu istrinya. Selesailah nikah adat. .
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya
panjatkan kepada kepada Tuhan , yang telah melimpahkan rahmat kepada kami ,
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ilmu budaya dasar ini dengan baik . Di
tugas ini saya mengangkat sebuah adat kebudayaan perkawinan di wilayah NTT terlebihi provinsi Sumba Timur
.
Banyak kesulitan dan
hambatan yang saya hadapi dalam membuat tugas ilmu sosial ini tetapi dengan
semangat dan arahan dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
ilmu sosial dasar dengan baik , oleh karena itu saya berterima kasih kepada :
- Pertama Teristimewa Orangtua saya yang selalu menyemangatkan saya dan memberi dukungan penuh terhadap saya
- sebagai dosen ilmu sosial .
Persiapan dari pihak laki-laki berupa sedikitnya dua ekor kuda, satu jantan dan satu betina. Selain itu juga mamoli (bandul kalung, di sini disebut mainan) dan luluamah (tali yg dianyam dari kawat monel, perlambang tali kuda).
Keluarga perempuan akan mengutus seorang wunang (juru bicara) dari pihak perempuan ke pihak laki-laki. Wunang dari pihak perempuan akan bertemu dengan wunang pihak laki-laki. Bila kedua wunang sudah bersepakat, keduanya akan merundingkan waktu untuk berkenalan.
Pada tahap perkenalan, pihak laki-laki akan datang kepada pihak perempuan. Pada saat itu, kuda harus sudah dibawa, juga maloli dan luluamah. Inilah tahap awal pihak lelaki harus mulai menyerahkan hewan sebagai belis. Pada tahap ini pula, kedua pihak sudah mulai 'bicara adat'. Pembicaraan bisa cepat bisa lama, bisa mulai pagi sampai tengah malam. Bergantung dari 'nego-nego' dan tercapainya kesepakatan di antara kedua belah pihak. Bila sudah tercapai kesepakatan, laki-laki akan diterima oleh pihak keluarga perempuan. Konon, pada acara tersebut, makanan tidak akan disuguhkan sebelum kesepakatan tercapai.
Selanjutnya, beberapa waktu berikutnya, pihak laki-laki akan datang lagi kepada pihak keluarga perempuan untuk menyatakan bahwa dia punya tanggung jawab. Pada tahap ini, pihak laki-laki membawa hewan lagi. Sedikitnya sepuluh ekor kuda untuk kalangan biasa. Untuk kalangan bangsawan bisa mencapai puluhan, misalnya dua puluh atau tiga puluh ekor .
Bila pihak perempuan sudah bisa menerima, kedua sejoli ini sudah boleh tinggal bersama, punya anak, tetapi belum menikah. Tahap ini bisa terjadi bertahun-tahun sampai kedua belah pihak siap untuk menuju jenjang adat berikutnya.
Bila mereka mau menikah di gereja, kedua keluarga pihak laki-laki dan perempuan, harus bertemu lagi. Lagi-lagi, pihak keluarga laki-laki harus membawa hewan lagi. Uniknya, meskipun mereka sudah menikah sah di gereja, perempuan belum menjadi hak sepenuhnya laki-laki tersebut. Masih ada satu tahap lagi bila laki-laki ingin si perempuan tersebut menjadi hak dia sepenuhnya.
Tahap itu adalah tahap di mana laki-laki meminta hak sepenuhnya atas perempuan tersebut untuk dibawa ke rumah keluarganya. Lagi-lagi, dia harus bawa hewan lagi. Sekitar dua puluh ekor minimal untk orang biasa, dan enam puluh ekor untuk kalangan bangsawan. Bila tahap ini sudah dipenuhi, barulah si perempuan bisa dibawa dan menjadi hak sepenuhnya laki-laki tersebut. Pada tahap ini, bila jumlah total hewan yang diserahkan oleh pihak laki-kaki sampai mencapai seratus ekor, yang dibawanya tidak hanya perempuan istrinya itu, namun juga dua-tiga orang pembantu istrinya. Selesailah nikah adat. .
Ditugas ini saya merasa belum sangat sempurna , maka dari itu saya
dengan senang hati ingin menerima kritik dan saran yang diberikan kepada saya .
Depok 07Maret 2016
Jovvano Charist Amahu
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ……………………………………………………………
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………
BAB
1
PENDAHULUAN …………………………………………………..
·
LATAR BELAKANG…………………………………………………….
·
RUMUSAN MASALAH ……………………………………………….
BAB
2
PEMBAHASAN
………………………………………………………...
·
ADAT PERNIKAHAN BUDAYA SUMBA
BAB
3
KESIMPULAN DAN SARAN
………………………………………….
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………..
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
L LATAR BELAKANG MASALAH
Setiap Manusia yang hidup di dunia pada umumnya
menginginkan kehidupan mereka didasari rasa saling suka dan mencintai satu sama
yang lain sebelum mereka memasuki suatu hubungan yang erat yaitu pernikahan
yang mebentuk keluarga . Kebanyakan manusia pasti senang jika memiliki keluarga
, dan sebagai makluk sosial manusia dalam problem apapun tempat curahan hati
pasti akan kepada keluarga . Maka dari itu jika manusia ingin membentuk rumah
tangga atau keluarga harus diawali dengan pernikahan terlebih dahulu .
Perkawinan adalah dambaan bagi siapapun manusia
di muka bumi ini . Kenyamanan dan kebahagiaan dalam rumah tangga tergantung
kepada siapa mereka yang akan menjalani ,
Terutama dalam memilih pendamping hidup , yah tergantung siapa yang di
sukai dan siapa yang menyukai , dan satu lagi , pernikahan adat kebudayaan
orang sumba tidak boleh ada paksaan dari pihak manapun , terlebihi paksaan dari orang tua dan keluarga .
B. RUMUSAN MASALAH
o ADAT PERNIKAHAN BUDAYA SUMBA
Dalam kehidupan orang sumba , terdapat kelompok
masyarakat yang percya bahwa pemilihan jodoh terganung pada orang tua
sepenuhnya , hal ini dikarenakan bahwa menurut mereka pemilihan jodoh orang tua
kepada anak lebih cenderung baik dibandingkan anak mereka yang memilih sendiri
. Dikalangan masyarakat ini perkawinan dalam suku ini didasari bukan soal
wanita atau pria yang kawin , tetapi itu pun soal orang tua , sanak keluarga ,
dan marga dari kedua belah pihak itu sendiri . Perkawinan harus disetujui
antara keluarga kedua belah pihak .
Bagi masyarakat NTT kebanyakan orang menikah
harus mempunyai buah hati , terutama anak Laki-laki . dikarenakan agar bayi
putera mereka dapat meneruskan marga mereka yang ada .
Dalam kebudayaan sampai saat ini, seorang
pemuda Sumba yang ingin melamar seorang gadis Sumba, harus menyediakan sejumlah
kuda sebagai belis (mas kawin). Jumlah kuda berkisar dari satu ekor sampai
ratusan, sangat bergantung dari status sosial laki-laki dan perempuannya. Semakin
tinggi tingkat status sosial seseorang, semakin banyak kuda dan harta (anahita
atau kalung Sumba dan kain-kain Sumba) yang harus disediakan. Namun kuda-kuda
itu tidak dibayar putus. Artinya, dibayar secara bertahap, sesuai dengan aturan
adat.
Dalam pernikahan adat Sumba, salah satu proses
yang harus dilewati adalah perundingan antara dua belah keluarga. Pihak
keluarga besar pria akan berkumpul di kediaman Pria, dan berbondong-bondong
berjalan mendatangi rumah keluarga wanita.
Pihak keluarga
wanita akan menyambut semua rombongan. Tamu yang datang akan disuguhi minuman
dan sirih pinang. Tetua-tetua dari pihak keluarga pria akan menempati tempat
yang khusus disediakan untuk perundingan. Mereka akan duduk bersila dan
berjejer ke samping. Saat itu, mempelai pria dan wanita tidak diperbolehkan
bertemu, begitu juga semua anggota keluarga wanita.
Setelah
persiapan rampung, tetua dari keluarga wanita akan mendatangi arena perundingan
dan mulai berunding. Perundingan akan berlangsung semalam penuh, dan biasanya
selesai pada esoknya, sekitar pukul lima pagi. Namun pada intinya, bila
perundingan belum mencapai kata sepakat, maka kedua belah pihak akan terus
berunding.
Perihal yang
dijadikan perundingan biasanya berkisar mengenai kisah kedua keluarga, dan juga
hewan ternak yang menjadi persembahan bagi keluarga wanita. Bila hewan ternak
yang dijadikan persembahan dirasa kurang layak atau kurang banyak, pihak
keluarga akan menjadikan itu utang. Proses perundingan ini menyimbolkan
bagaimana harga diri kedua belah pihak keluarga calon mempelai, dan juga
hubungan harmonis antara keluarga di dalam tatanan masyarakat Sumba.
Bila sebuah keluarga sudah menyetujui hubungan
antara anak perempuannya dengan seorang laki-laki, maka keluarga perempuan
tersebut akan mengundang keluarga besarnya untuk menyampaikan bahwa ada
laki-laki yang menginkan anak perempuan mereka. Bila keluarga besar pihak
perempuan sudah menyetujui, maka pihak laki-laki mulai mempersiapkan
diri.
Tetapi sesudah Laki-laki memberi hewan kepada
perempuan , dan hubungan mereka sudah sah dan sang perempuan sudah dibawa
kerumah sang laki-laki , lagi-lagi dia harus memotong beberapa hewan sapi yang
ditonton di depan keluarga kedua belah pihak dan para tamu . pemotongan hewan
itu tidak sembarang orang , melainkan harus ketua adat atau orang tua yang
sudah tau dan mengerti cara memotong sapi tersebut .
Tetapi tradisi ini bukan cuman berlaku di adat
pernikahan saja . Tradisi memotong sapi juga dilakukan pada saat penguburan
Masyarakat Sumba yang berketurunan bangsawan .
http://nationalgeographic.co.id
Comments
Post a Comment